Banner Kominfo Kutim

Pengadaan dan Produksi Alat Musik Tradisional, Upaya Peningkatan Ekonomi Kreatif di Kutim

Kaltimnyapa.com, Sangatta – Dinas Pariwisata Kutai Timur (Dispar Kutim) terus berupaya untuk mendukung pelestarian budaya tradisional melalui pengadaan dan produksi alat musik seperti gambus dan sape.

Menurut A. Rifanie, Kepala Bidang Ekonomi dan Kreatif Dispar Kutim, pembuatan alat musik tradisional ini memanfaatkan bahan-bahan lokal yang tidak hanya mendukung keberlanjutan budaya, tetapi juga memberi dampak positif pada perekonomian daerah.

“Beberapa alat musik yang digunakan, seperti gambus dan sape, diproduksi dengan menggunakan kayu lokal, seperti kayu nangka. Kulit yang digunakan untuk menutupi alat musik tersebut juga berasal dari berbagai sumber hewan lokal, seperti kulit biawak atau ular,” kata A. Rifanie.

Kata dia, pembuatan alat musik tradisional ini melibatkan masyarakat lokal yang memiliki keterampilan dalam pengolahan bahan-bahan alami.

Rifanie menambahkan bahwa penggunaan kayu nangka sebagai bahan utama untuk gambus dan sape tidak hanya memastikan kualitas suara yang dihasilkan, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi hasil hutan lokal.

Penggunaan kulit hewan seperti biawak dan ular untuk pelapis alat musik ini juga menunjukkan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.

Lebih jauh lagi, Rifanie menjelaskan bahwa produksi alat musik tradisional ini berpotensi meningkatkan ekonomi kreatif di Kutim.

“Dengan memproduksi alat musik tradisional dari bahan lokal, kami tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk berkreasi dan menghasilkan produk yang memiliki nilai jual tinggi,” tambahnya.

Dengan pengadaan dan produksi alat musik tradisional seperti gambus dan sape, Rifanie berharap dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, sekaligus memperkenalkan produk lokal kepada pasar yang lebih luas.

Hal ini sejalan dengan tujuan mereka untuk memperkuat sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Kutai Timur, serta memastikan bahwa tradisi dan budaya lokal tetap terjaga di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *