Kaltimnyapa.com, Samarinda – Wacana pencopotan General Manager (GM) Pelindo Samarinda dan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda yang disuarakan oleh salah satu senator Kaltim mendapat penolakan dari kelompok mahasiswa di Samarinda.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Samarinda, Syahril Saili, menilai bahwa usulan pencopotan tersebut tidak sesuai dengan aspek hukum yang berlaku.
Ia menegaskan bahwa sanksi atas kecelakaan di jalur lalu lintas perairan saat pemanduan seharusnya diberikan kepada pihak yang bertanggung jawab secara teknis, bukan kepada Kepala KSOP maupun GM Pelindo.
“Saya mengapresiasi DPRD Kaltim karena telah merespons cepat kejadian ini. Namun, DPRD juga tidak seharusnya mengambil kesimpulan yang tidak berdasar,” ujar Syahril.
Syahril merujuk pada Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal, khususnya Pasal 54 Ayat 1 dan 2, yang menyatakan bahwa sanksi atas kecelakaan di alur lalu lintas perairan saat pemanduan diberikan kepada Pandu dan Operator Radio.
“Dalam regulasi tersebut, jika terjadi kecelakaan di alur lalu lintas perairan saat pemanduan, maka yang dikenai sanksi adalah Pandu dan Operator Radio. Bukan GM Pelindo atau Kepala KSOP,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia meminta DPRD Kaltim memberikan ruang bagi KSOP untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam sebelum mengambil keputusan.
“Jika ada rekomendasi pencopotan, maka perlu ditanyakan kepada DPRD, apa motifnya dan dengan dasar hukum yang mana?” tambahnya.
Syahril juga berharap insiden ini dapat ditindaklanjuti dengan serius, tanpa dijadikan alat kepentingan politik.
“Insiden penabrakan Jembatan Mahakam ini sudah terjadi puluhan kali. Mengapa baru sekarang muncul wacana pencopotan?” katanya.
Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak terpengaruh oleh isu yang berkembang.
“Jangan sampai insiden ini dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu,” pungkasnya.
Sebelumnya, anggota DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin, menyuarakan wacana pencopotan Kepala KSOP Samarinda setelah insiden penabrakan Jembatan Mahakam I oleh ponton bermuatan kayu.
