Kaltimnyapa.com, Samarinda – Deretan banjir dan tanah longsor yang kembali melanda Kota Samarinda memantik kritik tajam dari kalangan legislatif. Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Andriansyah, menilai peristiwa berulang ini sebagai alarm serius atas lemahnya sistem mitigasi bencana yang masih didominasi pola responsif ketimbang preventif.
“Selama ini pendekatannya cenderung menunggu bencana datang. Kalau belum ada korban, sering kali dibiarkan. Ini harus segera diubah kalau kita ingin menyelamatkan lebih banyak nyawa,” tegas Andriansyah, Senin (19/5/2025).
Rentetan insiden seperti longsor di Kelurahan Lempake yang menelan korban jiwa, serta banjir di sejumlah titik, memperkuat kegelisahan publik. Tak hanya itu, bencana juga menyasar proyek vital seperti inlet Terowongan Samarinda yang terdampak longsor, menimbulkan kekhawatiran akan kualitas dan keamanan proyek yang menelan anggaran besar tersebut.
Andriansyah menyebut, rusaknya kepercayaan publik terhadap infrastruktur strategis bisa menjadi bom waktu bagi pemerintah. Ia menyoroti lemahnya komunikasi risiko dari pihak Pemkot yang dinilai gagal meredam kecemasan warga.
“Kalau masyarakat mulai takut menggunakan fasilitas umum yang dibangun mahal-mahal, itu pertanda ada yang salah. Pemerintah harus hadir bukan hanya dengan janji, tapi juga data teknis yang transparan,” ujarnya.
Legislator dari Partai Demokrat ini mendorong Pemkot Samarinda untuk tidak hanya fokus pada penanganan darurat, tetapi membangun sistem peringatan dini dan memperkuat koordinasi antarlembaga.
Ia juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi pascakejadian, terutama pada proyek-proyek strategis. Menurutnya, transparansi menjadi senjata utama untuk menepis isu liar dan memulihkan kepercayaan publik.
“Pemerintah harus bicara dengan data, bukan sekadar membantah di media. Warga butuh kepastian, bukan sekadar pengalihan isu,” tandasnya.
Andriansyah memastikan bahwa DPRD akan terus mendorong evaluasi mendalam dan kebijakan jangka panjang yang berpihak pada keselamatan warga. Dalam situasi iklim yang kian ekstrem, katanya, mitigasi bencana bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.
