Kaltimnyapa.com, Sangatta – Dalam menangani trauma psikologis pada korban kekerasan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3A) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menghadapi sejumlah kendala, terutama terkait dengan terbatasnya jumlah tenaga psikolog yang tersedia.
Kepala DP3A Kutim, Idham Cholid, mengungkapkan bahwa meskipun pihaknya berkomitmen memberikan pendampingan terbaik, keterbatasan sumber daya manusia menjadi tantangan utama dalam penanganan kasus-kasus yang sering datang bersamaan.
“Jumlah tenaga psikolog yang kami miliki masih terbatas, sehingga ketika ada beberapa kasus yang muncul pada waktu yang bersamaan, kami kesulitan untuk menangani semuanya dengan cepat dan maksimal,” kata Idham.
Hal ini membuat DP3A Kutim harus bekerja ekstra dalam mencari solusi, salah satunya dengan melibatkan psikolog dari provinsi atau kabupaten lain untuk membantu penanganan kasus yang membutuhkan perhatian segera.
Selain itu, ada juga kendala lain yang datang dari korban atau keluarga korban yang cenderung menutup-nutupi kejadian yang mereka alami. Hal ini seringkali disebabkan oleh rasa takut, malu, atau kekhawatiran terhadap stigma sosial.
“Terkadang, korban atau keluarganya tidak langsung melaporkan kejadian tersebut atau menutupi fakta-fakta yang terjadi. Ini tentu saja dapat menghambat proses penanganan dan pemulihan psikologis korban,” jelas Idham.
Meski demikian, DP3A Kutim terus berusaha untuk memberikan pendampingan terbaik. Pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih terbuka dalam melaporkan kasus kekerasan dan memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan yang layak.
Selain itu, DP3A juga berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti rumah sakit, lembaga perlindungan anak, dan psikolog, guna memperkuat layanan pendampingan.
Penting bagi DP3A Kutim untuk memastikan bahwa setiap korban kekerasan, terutama anak dan perempuan, mendapatkan bantuan psikologis yang memadai agar dapat pulih dan melanjutkan hidup mereka tanpa trauma yang mendalam.
“Kami akan terus berupaya untuk mengatasi kendala-kendala ini dengan cara memperluas jaringan kerja sama dan meningkatkan kapasitas layanan psikologis yang ada,” tutup Bapak Idham.
Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan korban kekerasan dapat segera mendapatkan bantuan yang mereka perlukan, dan masyarakat Kutim dapat lebih aktif berperan dalam mencegah serta menangani kekerasan terhadap anak dan perempuan.
